Ketua: Aveza Maully R


Ini adalah Tugas Resume buku Ekonomi Indonesia, oleh Prof. Dr. Boediono, yang dilakukan mahasiswa MK Praktek Bisnis di Indonesia secara berkelompok. Semoga bermanfaat.

BAB 6

Pembangunan Ekonomi dan Rezeki Minyak 1969-1981

Indonesia menghadapi berbagai tantangan besar, antara lain: beban utang KMB, sarana dan prsarana produksi yang mengalami banyak kerusakan, administrasi pemerintah yang belum mapan, struktur ekonomi yang dualistis, berkelanjutan pola kekuasaan colonial, dan eksperimentasi dengan system politik yang masih tidak teruji.

Program program pendukung serta kendala pada masa ini , yaitu program indonesianisasi, merehabilitasi sarana dan prasarana produksi serta industrialisasi, Adapun kendala nya yaitu cabinet yang jatuh bangun, ketimpangan ekonomi makro kronis dan pemberontakan daerah. Apa lagi pada masa ini masalah perekonomian Indonesia makin merosot drastis sehingga terjadi fase yang dinamakan stagnasi ekonomi dan hiperinflasi, pada masa ini diakhirin dengan terjadinya peristiwa G 30 S

Pada tahun 1969 inflasi sudah sepenuhnya dikendalikan dan perekonomian Indonesia mulai adanya peningkatan. Pada masa ini Indonesia ada pada era dimana munculnya gagasan program program jangka menengah dan jangka panjang. Wadahnya adalah system perencanaan pembangunan lima tahunan (repelita 1) sebagai tahap stabilisasi dan rehabilitasi memfokuskan pada produksi pangan dan  pembangunan infrastruktur dasar dan pembenahan aturan aturan penghambat kegiatan ekonomi. Repelita 2 adalah awal dari rangkaian rencana lima tahunan yang sepenuhnya mempunyai nuansa pembangunan dan pada era ini Indonesia merencanakan pembangunan besar besaran dalam semua segi aspek pendukung kemajuan perekonomian Indonesia

Pada masa ini pemerintah membuka kesempatan bagi para investor swasta yang ingin menanamkan modal seperti yang diatur pada undang undang penanaman modal asing (1967) dan bagi investasi pemerintah dibentuklah IGGI sebagai forum untuk mendapatkan pinjaman lunak.

Pada masa ini Indonesia mendapatkankan berkah dalam harga ekspor utama Indonesia minyak bumi meningkat 2 sampai 4 kali lipat pada tahun 1979, rezeki minyak memungkinkan pemerintah memperluas program program pembangunannya tanpa harus mengorbankan stabilitas dan keseimbangan makro yang sudah dicapai

Pertumbuhan Ekonomi

Selama 1967-1972, ekonomi Indonesia mencatat pertumbuhan yang fantastis, yaitu rata-rata 10,2% per tahun diukur dari PDB total atau 8% per tahun untuk PDB non migas. Selama 1972-1980, ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata 6,8% untuk PDB total atau 7,3% ntuk PDB non migas.

 Tabel 6.2

Pertumbuuhan Ekonomi Menurut Sektor

1967-1972 dan 1972-1980

(rata-rata per tahun dalam %)

Sektor 1967-1972 1972-1980
Sektor

–          Pertanian

–          Industri

–          Migas

–          Perdagangan

–          Transportasi

–          Pemerintah

–          Jasa-jasa lain

–          Jasa keseluruhan

 

5,5

12,7

16,5

8,9

5,8

20,5

5,7

7,7

 

4,7

10,3

4,8

7,8

7,3

17,5

5,7

8,0

PDB

–          Non-migas

–          Total

–          Per kapita

 

8,0

10,2

6,5

 

7,3

6,8

4,7

 

 

 

Pembangunan Ekonomi

Tabel diatas menunjukan bahwa sektor industri adalah sektor ekonomi yang paling cepat pertumbuhannya. Dalam periode ini dilaksanakan investasi besar-besaran di bidang industri oleh pemerintah, BUMN dan swasta.

Pemerintah menggunakan rezeki minyak untuk membangun berbagai infrastruktur dasar dan industri baru terutama industri dasar. Sementara itu swasta di dorong masuk terutama ke industri substitusi impor melalui kebijakan proteksi psar dalam negeri. Pada periode selanjutnya, kapasitas infrastruktur, irigasi, listrik meningkat pesat. Dampak terpenting dari perbaikan infrastruktur adalah penurunan biaya produksi, biaya distribusi dan biaya transaksi di semua sektor.

Investasi besar-besaran juga dilakukan oleh BUMN-BUMN sebagai pelaksana kebijakan pemerintah di bidang industri dengan dukungan dana langsung dari APBN. Ada 2 bidang industri utama yang diminati oleh BUMN. Pertama industri dasar untuk memperdalam struktur industri dalam negeri, kedua industri strategis untuk mengembangkan industri berteknologi tinggi di dalam negeri.

Teknolog vs Teknokrat

Setelah terjadinya boom minyak yang terjadi karena melonjaknya harga minyak karena peperangan Timur Tengah dengan Israel sehingga menimbulkan kekacauan politik dan tindakan boikot dari OPEC yang dimulai pada tahun 1973. Hal tersebut memberikan dampak pada perekonomian Indonesia yang tentunya sebagian besar merugikan Indonesia. Sejumlah pengamat mensinyalir bahwa boom minyak memicu perubahan kebijakan pembangunan industri secara mendasar. Sebelumnya peranan pemerintah untuk mengarahkan perkembangan industri tidak menonjol dan lebih menekankan pada upaya menghilangkan hambatan-hambatan pada investasi dan perdagangan untuk membangkitkan kembali ekonomi. Pada masa ini pemerintah memilih dan mengarahkan industri-industri mana yang diprioritaskan untuk didukung dengan kebijakan khusus dan dengan dana, dari APBN dan perbankan pemerintah.

Dua kebijakan yang dilakukan pada masa ini antara lain kebijakan teknorat dan kebijakan teknolog. Kebijakan teknorat berpandangan bahwa strategi yang baik untuk membangun industri dengan menciptakan iklim usaha yang sehat dan menghilangkan hambatan-hambatan untuk menarik ivestasi yang besar. Dengan cara ini sektor industri nantinya akan terisi oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki daya hidup da daya saing tinggi.

Kebijakan teknolog memandang sektor industri sebagai suatu sistem yang terdiri dari cabang-cabang industri yang saling terkait berdasarkan alur teknologi. Pembangunan industri tidak boleh dilepas pada kemauan investor semata, tetapi harus mengarahkan cabang industri mana yang harus dibangun lebih dulu. Ada 3 versi dari kebijakan ini, yaitu: 1) pembangunan industri harus dimulai dari industri dasar, 2) dimulai dari indutri berteknologi tinggi dan 3) memanfaatkan semaksimal mungkin kekayaan alam yang melimpah.

Pembangunan Pertanian : Program Swasembada Beras

Setelah sebelumnya di tahun 1966 Indonesia mengalami gejolak ekonomi yang luar biasa dimana inflasi mencapai 650%. Kemajuan pembangunan ekonomi pada masa orde baru ini dirasakan sangat signifikansi oleh masyarakat. Salah satu dampak positif sekaligus prestasi luar biasa yang diperoleh dari perkembangan sektor pertanian adalah Indonesia bisa mengubah status dirinya dari negara pengimpor beras menjadi negara pengekspor beras terbesar di dunia dan mencapai swasembada pangan pada tahun 1980 an.

Program swasembada beras ini sudah di cita-cita kan sejak kemerdekaan namun baru terlaksana pada masa orde baru ini. Program ini berfokus kepada sisi suplai, yaitu peningkatan produktivitas melalui penyebaran teknologi baru kepada petani didukung dengan semua sarana dan prasarana termasuk kelembagaan yang diperlukan.

Tabel 6.3

Sarana dan Prasarana Produksi Tanaman Pangan

1969-1985

Sarana/Prasarana 1969 1985 Pertumbuhan

(% per tahun)

Jaringan Irigasi

–       Pemerintah                  (juta ha)

–       Lain-lain                       (juta ha)

 

2,45

1,11

 

3,23

0,86

 

2,2

-1,9

Penggilingan                            (ribu unit) 16,3 28,3 4,0
Kapasitas gudang beras          (juta ton) 1,5 5,7 10,0
Pasokan pupuk                        (juta ton) 0,5 5,1 29,4
Kios pupuk                               (ribu unit) 1,9 20,3 19,8
Kelompok tani                          (ribu) 40 225 11,6
Penyuluh lapangan                  (ribu) 1,6 22,2 19,2
Bank desa                                (ribu unit) 0,5 3,7 12,6
Koperasi                                   (ribu unit) 0,1 6,9

32,6

 

Tabel diatas menggambarkan upaya yang dilakukan pemerintah dalam mencapai tujuan tersebut. Program tersebut tidak langsung membuahkan hasil, Indonesia baru mencapai swasembada berasa setelah 15 tahun yaitu pada tahun 1985.

Tabel 6.4

Produksi dan Impor Beras

1970-1987

Tahun Luas panen

(ribu/ha)

Hasil

(ton/ha)

Produksi

(juta ton)

Impor

(ribu ton)

1970 8.135 2,38 19,3 771
1975 8.495 2,67 22,3 670
1976 8.368 2,78 23,3 1.508
1977 8.360 2,79 23,3 2.308
1978 8.970 2,89 25,7 1.266
1979 8.850 2,97 26,3 2.579
1980 9.005 3,29 29,6 1.213
1981 9.382 3,49 32,7 437
1982 9.162 3,74 33,6 505
1983 9.169 3,85 35,3 1.109
1984 9.768 3,91 38,1 185
1985 9.905 3,94 39,0 0
1986 9.988 3,98 39,7 0
1987 9.923 4,04 40,1 0

 

Tabel diatas menunjukan pencapaian-pencapaian setiap tahunnya dari program swasembada beras. Keberhasilan pembangunan pertanian di masa ini, mencerminkan kearifan Indonesia dalam menggunakan uang rezeki minyaknya. Program swasembada intinya adalah program peningkatan sisi suplai, khususnya aspek produktivitasnya. Pemerintah pada waktu itu mencoba mempertahankan harga dalam negeri beras sedikit lebih tinggi dari harga internasional. Dilaksanakan dengan mengefektifkan mekanisme pengamanan harga dasar danmengenakan bea masuk, bukan dengan pelarangan impor karena bukan merupakan instrumen untuk mencapai swasembada.

Yang disayangkan setelah turunnya soeharto, Indonesia kini kembali lagi menjadi pengimpor beras dunia bahkan masuk sebagai empat besar negara pengimpor beras di dunia.

Lingkungan Kebijakan

Dalam upaya untuk mencapai tujuan-tujuan dari semua kebijakan-kebijakan yang dicanagkan pada masa ini, kita harus mecari tahu faktor-faktor apa yang memungkinkan agar kebijakan tersebut berjalan dengan baik. Faktor tersebut adalah lingkungan kebijakan yang mendukung. Tiga faktor penting yang menyebabkan proses pertumbuhan pada masa ini dapat berlanjut adalah :

  1. Adanya kestabilan politik yang berkesinambungan dalam jangka waktu yang panjang.
  2. Adanya kelompok yang solid dan mampu merumuskan dan melaksanakan kebijakan
  3. Komitmen kuat untuk menjaga stabilitas ekonomi

 

Sumber Pertumbuhan

1960-65

1967-73 1973-81
Rata-rata per tahun dalam %
Pertambahan L 1,41 1,85 3,24
Kenaikan K/L 0,55 1,24 3,99
Teknologi Baru (T) 0,00 4,81 0,28
Pertumbuhan Total 1,96 7,90 7,51

 

Pada periode 1960-65 pertumbuhan ekonomi rendah (1,96% per tahun) dengan sumber utama pertambahan jumlah orang yang bekerja (L), Pada periode berikutnya meningkat dengan sumber utama teknologi baru ,dan pada periode 1973-81 sangat tinggi dengan sumber utama penambahn jumlah pekerja dan makin besarnya modal (kapital) yang di pakai pekerja.

Gejala “Penyakit Belanda”. Boom ekspor bisa mempengaruhi struktur ekonomi suatu negara melaluiapa yang secara populer disebut dengan gejala penyakit Belanda. Apabila harga barang-barang ekspor utama suatu negara meningkat secara signifikan dan berlangsung cukup lama, Suplai devisa di dalam negri melimpah dan ini akan mengakibatkan mata uang negara itu menguat (apresiasi kurs). Tentunya dengan dampak negativ yaitu barang-barang serupa dari impor menjadi murah. Produksi dalam negri tidak dapat bersaing , Selama kenaikan harganya lebih dari mengompernsasi dampak negatif dari apresiasi mata uang dalam negri.

Boom ekspor memberi berkah pada produsen barang-barang tersebut akan tetapi menimbulkan musibah bagi produsen barang-barang tersebut. gejala itu memang terjadi akan tetapi indonesia berhasil menghindari dengan memanfaatkan dan minyak dengan bijak, Tetapi tidak seluruh dampaknya dapat dihindari. Sejumlah pengamat mengatakan bahwa tersedianya dana melimpah menyebabkan munculnya industri yang tidak efisien dan tidak dapat hidup dalam suasana persaingan global, Dengan kata lain indonesia memang mengalami dampak negatif “penyakit Belanda” :

  • Penerimaan migas yang melimpah melengahkan kita untuk mengembangkan sumber penerimaan non-migas
  • Situasi itu juga melenghakan kita untuk mendorong ekspor non-migas
  • Dengan dana minyak yang berlimpah pemerintah melalui APBN menjadi motor penggerak ekonomi ini
  • Dana melimpah juga cendrung melemahkan disiplin penguji kelayakan proyek.

Kemiskinan dan kependudukan

Konsumsi dan kemiskinan. Satu pertanyaan apakah pertumbuhan ekonomi yang tinggi di masa kini membawa berkah kepada indonesia ? Tabel di bawah  menyajikan data makro dan data mikro mengenai pengeluaran konsumsi penduduk perkotaan dan pedesaan pada dekade 1970-an. Konsumsi dikota meningkat tetapi di pedesaan baru mengenyam berkah dalam belah kedua.

Data Makro

-Pengeluaran konsumsi

Perkapita (Indonesia)

Data Mikro

-Perkotaan

-Pedesaan

-Indonesia

 1969/1970-1976                  1976-1981
         4,8                                   8,7
 

 

3,8                                 3,4

0,4                                 3,6

0,8                                 4,1

 

Tabel di bawah memnunjukan berkah minyak sampai juga kepada penduduk miskin negeri ini.

 

Tahun

Jawa Luar Jawa
Perkotaan Pedesaan Perkotaan Pedesaan
1969/1970 41,7 43,7 39,4 29,3
1976 28,3 51,1 32,6 27,9
1981 13,1 21,3 17,7 23,9

 

Tahun Tingkat urbanisasi Kenaikan tingkat urbanisasi  
1930 5,0    
1950 12,4 3,7  
1960 14,6 2,2  
1970 17,1 2,5  
1980 22,1 5,0  
1990 30,6 8,5  
2000 42,0 11,3  
2010 53,2 11,2

Program keluarga berencana. Salah satu program pembangunan menonjol yang dimulai pada masa kini, Dengan dibentuknya pada 1970 program ini menjadi stratrgi pembangunan nasional. Tujuan nya untuk mengendalikan laju pertambahan penduduk yang sangat tinggi. Fokusnya adalah pada penurunan tingkat fertilitas penduduk. Hasil sensus penduduk menunjukan bahwa tingkat fertilitas indonesia terus menurun paling tidak pada awal 90-an. Suatu prestasi yang secara international termasuk paling berhasil, Serta dengan yang di capai di India, Cina dan Thailand untuk kurun waktu yang kurang lebih sama. Trend itu berhenti karena program penangan krisis keuangan yang lebih mendesak setelah tanggung jawab program keluarga berencana di serahkan kepada daerah pada 2004.

Urbanisasi satu gejala sosial yang terjadi pada pasca kemerdekaan, Dan dimasa depan akan menjadi problema yang urgen,adalah terjadinya urbanisasi atau perpindahan penduduk dari pedesaan ke perkotaan.

Laju urbanisasi di pengaruhi oleh strategi pembangunan yang dipilih dan karenanya cara mengatasi masalah ini haruslah dengan memilih strategi pembangunan yang tepat dari awal, Terutama bagi daerah-daerah yang belum terlanjur semerawut dan kumuh. Sementara bagi kota-kota yang darurat yang tegas. Pengalaman di berbagai negara, Dan di negara kita sendiri, menunjukan bahwa menata kota yang sudah terlanjur semrawut bukanlah hal yang mudah.

Penutup

Dalam penyusunan tugas ini kami mengalami beberapa kesulitan dan tantangan, yaitu

  • Materi yang terlalu complex dalam merangkum
  • Sulitnya mencari bahan referensi untuk melengkapi rangkuman
  • Banyak istilah istilah yang asing

 

Penilaian:

Tim ini berhasil menampilkan data-data sebagai perbandingan antara 1 analisa dengan analisa lainnya. Namun sayangnya tida dicantumkan sumber data tersebut. Kedepannya, sebaiknya disertakan yaah agar pembaca paham dari mana sumber data tersebut. Selain itu, di dalam melakukan Resume, buat saja poin-poin pentinya, dan tampilkan data paling penting saja, tidak harus semua data. But, overall bagus dan akurat. Skor kalian 87 atas tugas ini. Selamat!


Leave a Reply