Ketua: M.Alhadi


Ini adalah Tugas Resume buku Ekonomi Indonesia, oleh Prof. Dr. Boediono, yang dilakukan mahasiswa MK Praktek Bisnis di Indonesia secara berkelompok. Semoga bermanfaat.

BAB 5

MASA STABILISASI EKONOMI

1966-196818

 

Problema yang Dihadapi

  • Indonesia mengalami guncangan sosial-politik diikuti oleh pergantian rezim dan proses transisi yang belum tuntas.
  • Hiperinflasi tak terkendali selama beberapa tahun
  • APBN mengalami ketekoran yang besar disebabkan banyaknya pengeluaran untuk subsidi.
  • Prasarana sangat buruk karena tidak adanya anggaran.
  • Cadangan devisa nol dan masih ada kewajiban dengan luar negeri tetapi belum dapat dibayar.
  • Banyaknya ekspor-impor yang tidak tercatat.
  • Terjadinya kelangkaan devisa angkut yang mengakibatkan kelangkaan bahan baku dan suku cadang sehingga melumpuhkan industri.
  • Produksi dalam negeri (PDB) stagnan dan bahkan merosot.

Berikut langkah – langkah Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Wakil PM Bidang Ekonomi pada awal 1966 untuk mengatasi masalah ekonomi.

Menyiapkan Kondisi Politik

Langkah pertama adalah menyiapkan landasan politik yang cukup kuat karena akan menimbulkan beban pada masyarakat dalam jangka pendek, sedangkan hasilnya (inflasi terkendali, kegiatan ekonomi yang lebih normal, pertumbuhan ekonomi) baru dapat dirasakan kemudian.

Keadaan politik sedikit lebih tenang setelah de facto Jenderal Soeharto memegang kendali (Supersemar, 11 maret 1966) dan pemerintahan sehari-hari dijalankan oleh presidium kabinet Soeharto-Sultan Hamengku Buwono IX-Adam Malik.

Program stabilisasi ekonomi yang komprehensif baru dilaksanakan Oktober 1966 sewaktu situasi politik sudah jauh lebih kondusif. Pada Juni 1968 dibentuk Kabinet Pembangunan 1 yang memasukkan para teknorat (Prof. Sumitro Djodjohadikusumo, Prof. Ali Wardhana, dan lainnya) dan mengukuhkan peran mereka dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi. Landasan politik program stabilisasi ekonomi makin kokoh.

Menyiapkan Program Ekonomi

Langkah awal. Perkiraan Tim ekonomi mengenai posisi neraca pembayaran 1966 adalah sebagai berikut :

  • Pada awal 1966, utang luar negeri Indonesia diperkirakan USD 2,3 miliar dan dari jumlah itu yang jatuh waktu beserta bunganya yang harus dibayar dalam tahun 1966 diperkirakan sebesar USD 530 juta.
  • Seluruh penerimaan ekspor hanya USD 430 juta.
  • Seluruh kebutuhan impor : barang (USD 620 juta) dan jasa (USD 170 juta).
  • Kesimpulan : devisa yang tersedia tidak cukup untuk menutup kebutuhan devisa. Impor terancam terhenti total dan dampaknya akan sangat luas bagi ketersediaan pangan, produksi, dan kegiatan ekonomi dalam negeri pada umumnya. Perlu dicari langkah segera untuk mengatasinya.

Ada 2 langkah yang dilaksanakan :

  1. Mendorong ekspor dengan merombak sistem kurs devisa ganda
  2. Merundingkan penjadwalan kembali utang yang ada dan sekaligus pinjaman baru.

Langkah ini merupakan bagian penting dari kebijakan yang lebih komprehensif.

Program Stabilisasi Ekonomi Oktober 1966. Paket kebijakan Oktober 1966 merupakan program induk yang memberikan kerangka dasar bagi langkah yang diambil sebelumnya dan bagi serangkaian paket kebijakan yang diambil dalam bulan selanjutnya. Paket ini menyebutkan bahwa sasaran pokok kebijakan adalah mengendalikan inflasi sambil menggerakan kembali ekonomi. Ada 4 pilar yang melandasi strategi stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi :

Kebijakan “Dekontrol” : Melepas Pasung. Bertujuan untuk melepas perekonomian dan belenggu pembatasan, pengaturan, prosedur birokrasi yang memasung kegiatan ekonomi. Sasaran utamanya yaitu pengendalian inflasi, diarahkan untuk mengatasinya dari sisi suplai berupa arus barang yang makin lancar. Kebijakan ini bukan sekadar kebijakan “deregulasi” melainkan mencangkup perombakan mendasar pada sistem ekonomi. Kebijakan ini juga membuka jalur baru bagi perjalanan ekonomi Indonesia dalam periode selanjutnya.

Kebijakan fiskal : Menegakkan Disiplin Anggaran. Bertujuan utama mengembalikan disiplin anggaran dan menyeimbangkan APBN sehingga ia tidak lagi menjadi sumber utama kenaikan uang beredar. Disiplin anggaran dikukuhkan dengan menetapkan “anggaran belanja berimbang” sebagai prinsip dasar pengelolaan APBN mulai 1967. Langkah – langkah operasionalnya mencakup intensifikasi pajak, penghematan pengeluaran oleh departemen-departemen, pengurangan subsidi yang sangat besar untuk BUMN dan berbagai subsidi untuk masyarakat. Setelah itu, prinsip anggaran belanja berimbang dilaksanakan secara konsisten setiap tahunnya selama masa Orde Baru.

EKONOMI INDONESIA

Kebijakan Moneter: Mengendalikan Uang Beredar. Fungsi kebijakan moneter dikendalikan sebagai alat untuk mengendalikan kredit perbankan dan uang beredar. Dengan diterapkan nya prinsi anggaran belanja berimbang, kebijakan moneter tidak lagi sekedar sebagai pendukung kebijakan fiskal. Moneter diberi peran yang sangat penting dalam pengendalian hiperinflasi dengan di tetapkan nya kebijakan meningkatkan suku bunga kredit bank bank pemerintahan menjadi 6-9% per bulan dan suku bunga simpanan sampai 5% per bulan. Yang perlu dicatat adalah bahwa instrumen suku bunga mempunyai peranan penting untuk memahtakan psikologi hiperinflansi, dengan membatasi kredit yang dipakai untuk kegiatan spekulasi dan memberi insentif yang menarik bagi masyarakat unuk memegang rupiah. Dampak dari perubahan psikologi masyarakat ini adalah penurunan kecepatan peredaran uang (velocity of circulation of money) V, yang menyebakan utama harga harga meningkat secara liar dalam hiperinflansi.

5.2  Prinsip “Anggaran Belanja Berimbang”

Teori ekonomi mengatakan bahwa APBN disebut berimbang apabila seluruh pemasukan yang biasa diterima pemerintah dapat menutup seluruh pengeluaran tahun itu. Anggaran belanja berimbang dijadikan asas pokok kebijakan fiscal pada masa stabilisasi ini, dan terus dipakai sampai akhir masa Orde Baru.

Prinsip anggaran belanja berimbang menentukan bahwa semua pengeluaran pemerintah dalam suatu tahun dibatasi oleh berapa penerimaan yang dapat diperoleh dari dalam negeri plus pinjaman lunak dari luar negeri .

E = R + B bukan E = R

seperti yang diminta teori ekonomi, karena disadari bahwa untuk beberapa waktu ke depan Indonesia belum mampu memenuhinya, kecuali apabila pengeluaran pemerintah dipangkas minimal.

Prinsip anggaran belanja berimbang hanya memastikan bahwa kebijakan APBN tidak menambah tekanan inflasi karena tidak akan menambah uang beredar. Ketekoran penerimaan dalam negeri ditutup dengan pinjaman lunak berupa devisa yang dapat digunakan untuk mengimpor barang atau untuk menyedot rupiah di dalam negeri. Kata lunak yang ditempelkan pada pinjaman luar negeri ini penting karena selain persyaratannya ringan, jumlahnya terbatas sehingga mengurangi 2 resiko yaitu beban utang yang berlebihan dan E yang lepas kendali. Sedikit tambahan mengenai akuntansi APBN masa Orde Baru: Pengeluaran (E) terdiri atas pengeluaran rutin (ER) dan pengeluaran pembangunan (EP). Jadi, R + B = ER + EP dan dari situ R – ER = EP – B.R – ER disebut tabungan pemerintah.

“Perombakan Sistem Kurs Devisa memprioritaskan penyederhanaan sistem kurs dan prosedur perdagangan.”

5.2  Sistem Kurs Devisa Ganda

Esensi dari sistem ini adalah mengenakan kurs bagi ekspor lebih rendah daripada kurs bagi impor dan perbedaan kurs ini merupakan penerimaan APBN. Jadi, sistem ini pada hakikatnya merupakan perpajakan atau transaksi ekspor dan impor. Dalam perkembangannya, sistem ini menjadi semakin kompleks, penuh lubang-lubang potensial bagi penyelewengan dan akhirnya tidak efektif.

Masa setelah kemerdekaan

Impor oleh pemerintah tidak dikenaka bea masuk atau pungutan.Sedangkan impor oleh swasta dikenakan bea masuk atau pungutan-pungutan lain.

Negosiasi utang,penyederhanaan system kurs dan prosedur perdagangan tidak serta merta dapat meningkatkan ekspor dan devisa.jalur kedua yang dilakukan adalah melakukan diplomasi instensif untuk memeperoleh penjadwalan kembali utang dan sekaligus mendapatkan pinjaman darurat atau pinjaman baru agar impor untuk memenuhi kehidupan produksi dan konsumsi dalam negri segera ternuhi.

Persoalan persoalan yang timbul

Program stabilisasi ini secara umum berhasil mencapai sasaran utamanya. Namun,dalam pelaksanaannya tidak selalu mulus.Ia menghadapi persoalan persoalan di lapangan yang rumit dan kadangkala tak terduga sehingga memerlukan penyesuaian-penyesuaian di tengah jalan.

Kendala politis dan operasional dalam menyeimbankan APBN. Bukanlah pekerjaan yang mudah dalam masa normal apalagi dalam masa tidak normal,ada 2 hal penting yang menentukan keberhasilannya; 1.adanya kemauan/kesepakatan politik yang yang kuatuntuk menjalankan langkah langkah yang perlu,tapi pahit dan 2.adanya kemampuan operasioanal untuk melaksanakan langkah-langkah itu dengan baik.Pada waktu dilakukan upaya untuk menyeimbangkan APBN, berbagai reaksi timbul. Tidak

semua pengeluaran dapat dikurangi, penentuan “irama” yang pas bagi pelaksanaan suatu program merupakan “seni” dari kebijakan ekonomi yang berhasil. Pengurangan subsidi BBM, misalnya, baru dapat dilaksanakan pada April 1968, pada waktu itu harga bensin yang semula RP4 dinaikkan menjadi Rp16 per liter, minyak tanah dari Rp2,5 menjadi Rp4 per liter, tarif bus kota dari Rp5 menjadi Rp10, tarif listrik juga dinaikkan tajam, sedangkan tarif angkutan udara, kereta api, pos dinaikkan 3 kali lipat.

Mentalitas Spekulatif Tetap Hidup. Salah satu resikonya adalah potensi meledaknya

kegiatan spekulatif di tengah berjalannya program. Dan apabila tidak diatasi, kegiatan spekulasi seperti itu dapat menggagalkan program stabilisasi itu sendiri. Peristiwa itu terjadi selama beberapa bulan dari Agustus 1967.

Pada 28 Juli 1967 pemerintah mengeluarkan pelonggaran. Pelonggaran itu berupa : Uang

muka untuk membuka LC impor diturunkan. Kredit bank yang relatif murah disediakan bagi importir setelah barang datang. Semua bank devisa, diperkenankan menjual devisa BE. Daftar barang yang dapat dibeli dengan devisa diperluas. Tujuannya agar ketersediaan barang-barang yang dibutuhkan untuk produksi dikonsumsi didalam negri terjamin. Dua puluh bank diskors kliring akibat peristiwa tersebut karena tidak dapat memenuhi kewajibannya. Pada 5 september 1967, 10 bank ditutup. Krisis perbankan dapat dihindari tetapi gejolak di pasar devisa masih berlanjut, karena harga satu komoditi yang sangat strategis.

Peranan Strategis Beras. Suatu peristiwa yang nyaris menggagalkan upaya stabilisasi

terjadi menjelang musim paceklik 1967 sewaktu harga beras meningkat tajam sampai Maret 1968. Penyebab utama adalah gejala El Nino yang mengakibatkan kemarau panjang di negara-negara penghasil beras, panen musim kemarau yang turun drastis, impor beras yang tidak cukup memenuhi kebutuhan masa paceklik. Akibatnya harga beras melonjak tak terkendali. Di Jakarta harga beras per kilogram pada bulan Mei 1967 Rp17,5, pada September menjadi Rp30, pada Februari 1968 menjadi Rp90.

Peran beras di masyarakat Indonesia sangat strategis karena : Bobot beras 30% dalam

perhitungan indeks biaya hidup. Faktor psikologis yang tertanam di kalangan masyarakat bahwa kenaikan beras biasanya diikuti kenaikan harga barang lain. Pada waktu itu stabilitas sosial dan politik masih belum mantap.

Kenaikan beras sedikit terendam dengan datangnya bantuan beras dan bulgur dari AS pada

Desember 1967 dan Januari 1968. Tetapi harga baru turun dan stabil setelah panen tiba pada April 1968. Suplai beras 1968 benar-benar diamankan dengan memberikan berbagai insentif untuk meningkatkan beras dalam negri dan rencana impor yang aman.

Kenaikan Uang Beredar dan Penyebab Utamanya, 1964-1968

(dalam %)

Tahun  Kenaikan Uang Beredar         Sumbangan dari

APBN  Kredit Bank     Lain-Lain

1964    161      135      45        -19

1965    255      156      99        0

1966    763      491      218      54

1967    132      108      98        -74

1968    121      8          86        27

MASA SETELAH KEMERDEKAAN

Merekam perkembangan penyebab dasar inflansi , yaitu uang beredar, antara 1946 dan 1968. Program stabilisasi berhasil menurunkan secara bertahap laju peningkatan uang beredar yang mencapai puncaknya sebesar 763% pada 1966menjadi 121% pada 1968. Penurunan tersebut dicapai melalui penurunan penciptaan uang lewat APBN memenuhi prinsip “anggaran belanja berimbang” , sumbangan APBN terhadap kenaikan uang beredar minimal, tetapi sumbangan kredit perbankan masih tetap signifikan, mencerminkan dilema yang dihadapi pemerintah: membatasi kredit untuk mengendalikan uang beredar atau menambhkan kredit untuk membangkitkan kegiatan ekonomi masyarakat.

Melihat kinerja program berdasarkan 2 sasaran utamanya: inflans dan pertumbuhan ekonomi. Laju inflansi mencapai puncaknya (635%) pada 1966 dan terus menurun mencapai 85% pada 1968, hanya 9,9% pada 1969 dan 2,5% pada 1971. Pada tahun 1968 adalah tahun kedua dimana mencatat laju pertumbuhan uang beredar lebih tinggi dari pada laju inflansi, yang dapat diartikan bahwa orang mulai mau memegng uang lebih lama.

Tabel 5.2

Laju Inflansi Dan Pertumbuhan Ekonomi,

1967-1971

(% per tahun)

 

Tahun                                              Inflansi                                        Pertumbuhan

Ekonomi

1961                                              26,9                                                        5,8

1962                                            174,0                                                        1,8

1963                                            118,7                                                        2,2

1964                                            135,1                                                        3,5

1965                                            594,3                                                        1,1

1966                                            635,3                                                        2,8

1967                                            112,2                                                        1,4

1968                                              85,1                                                       10,9

1969                                                9,9                                                         6,8

1970                                                8,9                                                         7,5

1971                                                2,5                                                          7,0

RANGKUMAN

  1. Pada tahun 1966, indonesia mengalami kondisi ekonomi, sosial dan politik yang sangat berat. Sesudah terjadinya G-30-S, kehidupan sosial dan politik di tanah air diliputi suasana konflik, trauma mendalam, dan ketidak pastian politik.
  2. Pemerintahan baru menetapkan sebagai priritas utamnya: memerangi inflansi dan menggerakan kembali roda perekonomian.
  3. Dalam pelaksanaan nya, berbagai tantangan harus diatasi, termasuk resistensi politik terhadap  penghematan anggaran, aparat pelaksanaan (birokrasi) yang tidak jalan, konflik antara sasaran menghentikan inflansi segera dan mnggerakan ekonomi kembali, munculnya kegiatan-kegiatan spekulatif yang mengganggu , dan adanya kelangkaan pangan.

 

Penilaian:

Tim ini menjabarkan dengan baik masa stabilnya perekonomian Indonesia dan memisahkan poin-poin penting. Namun sayangnya tidak mencantumkan sumber atas data-data yang ditampilkan. Kedepannya, sebaiknya jangan lupa dicantumkan yaah. Selamat, kalian memperoleh poin 87 atas tugas ini. Good job!


Leave a Reply