Menyoroti Pesta Sampah Akbar Mingguan


(Artikel pertama gue yang diikutsertakan dalam Lomba Nulis Euy Citizen Journalism oleh Bandung Review dan berhasil menjadi Tulisan Terfavorit; Februari 2013)
Bandung. Kota yang pertama kali saya pijak pada awal tahun 2008 lalu. Itu artinya, 2013 ini adalah tahun kelima saya. Sayangnya, pada tahun kelima ini, saya semakin sulit menyembunyikan kekecewaan yang sungguh kian tak terbendung lagi.

Lucu aja bagi saya; kota se keren, se beken dan se kelas Bandung, rupanya memiliki “borok” yang terbilang sudah sangat parah. Apalagi kalau bukan masalah sampah. Padahal, pamor kota Kembang sendiri sangat terkenal dimana-mana.

Karena terkesan bertolak belakang antara realita dengan apa yang dielu-elukan publik tentang kota Bandung selama ini, sempat terbesit dalam pikiran saya: apakah semua masyarakat di kota Bandung begitu sangat sibuk sehingga tidak sempat “membuang sampah pada tempatnya”? Padahal, hal tersebut menjadi faktor pendukung yang krusial bagi keberlangsungan dan eksistensi kota Bandung. Haduh Gusti, karunya pisan Bandung teh nyak!

Contoh besarnya adalah apa yang sering kita saksikan di pasar kaget Gasibu. Siapa coba yang terang-terangan membuangan sampah plastik sisa jajan Cilok, misalnya, ke jalan raya dengan seenaknya? Pluk! Setelah itu kembali melenggang, tenggelam dalam lautan manusia tanpa merasa bersalah. Pasti diantara kita pernah berbuat demikian dan bohong besar jika hanya dilakukan sekali saja! Pasti berkali-kali selama Gasibu menjadi tempat dengan konsentrasi warga terbanyak setiap minggunya, ditambah kita yang rajin mengunjunginya. Iya kan?

Di keramaian seluas lapangan Gasibu dan kawasan di sekitar Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat, sampah yang disisakan selalu menjadi jejak-jejak keberadaan pasar kaget yang setiap minggunya akan terus menumpuk! Lantas, apa saja sebenarnya sampah-sampah Gasibu yang kritis untuk disoroti? Kemudian apa yang bisa dilakukan terkait persoalan sampah di pasar yang rutin digelar ini?

Sampah di pasar kaget Gasibu (baca: sampah Gasibu dan sekitarnya) dapat dibedakan berdasarkan subjek pembuangnya. Kita tahu bersama bahwa pasar kaget Gasibu sangat diminati oleh masyarakat dari berbagai latar belakang. Pasar ini sangat komplit. Apapun ada! Bayangkan saja, terdapat 4.200 jumlah para pedagang baik yang memiliki tenda/stan, dengan menggelar tikar atau direct selling to consumer (Sumber: http://www.inilah.com) Sungguh banyak jumlahnya bukan? Di satu sisi, masyarakat yang memadati pasar Gasibu untuk berbelanja pun bisa mencapai 10.00 orang setiap minggunya (Sumber: http://www.fe.unpad.ac.id).

Sampah bisa dibuang sembarangan oleh pedagang dan pengunjung, baik berupa sampah organik maupun sampah anorganik, termasuk sisa-sisa makanan para pedagang kuliner. Terlebih lagi sampah jenis kantong plastik. Secara, pedagang masih menggunakan kantong plastik untuk membungkus barang. Jadi, potensial sampah yang disisakan setelah pasar Gasibu digelar sekitar 30 ton (Sumber: bandung.detik.com). Asumsikan bahwa sampah harian kota Bandung mencapai kurang lebih 28 ton (Sumber: bandung.detik.com), maka jumlahnya pasti lebih banyak khusus di hari Minggu saja. Jadi, jumlah sampah bisa mencapai dua kali lipat dari jumlah hariannya. Ini seperti pesta sampah akbar mingguan khas wargi kota Bandung! Wow!

Sebenarnya, kita tidak akan bisa lepas dari aktivitas “membuang sisa-sisa” termasuk membuang sisa aktivitas perdagangan berupa sampah. Namun, alangkah eloknya jika sampah yang berada di kawasan pasar kaget Gasibu di-handle agar menjadi kawasan yang bersih. Caranya? Mulanya, pemerintah dapat melakukan pendekatan kepada penguasa yang ‘menjaga’ keberlangsungan pasar Gasibu, untuk menerapkan aturan dalam menjaga kebersihan. Melalui penguasa tersebut, diharapkan para pedagang merubah kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan, terutama sampah dari dagangannya sendiri. Para pedagang dapat menjadi pioneer!

Membagi-bagikan plastik-plastik sampah berukuran besar kepada pemilik usaha adalah upaya nyata selanjutnya yang dapat dilakukan dengan tujuan untuk mengkompulir sampah-sampah (pengalaman saya pernah melihat secara langsung beberapa pemuda membagikan plastik sampah kepada pedagang. Namun sayangnya, tidak laksanakan secara konsisten dan menyeluruh. Dengan kata lain, ada pedagang yang diberikan plastik, ada pula yang tidak). Upaya ini dapat dilanjutkan dengan perbaikan-perbaikan.

Selanjutnya perlu pengawasan dari pemerintah dengan menerjunkan aparat dari Satpol PP guna melihat progres yang terjadi serta tidak perlu segan-segan memberikan sangsi kepada wargi yang terbukti membuang sampah sembarangan. Tentu dengan bekerjasama dengan para penguasa pasar Gasibu.

Saya bisa membayangkan betapa sulitnyanya upaya ini dilaksanakan (maklum, kita sangat mengenal bagaimana karakter orang Indonesia), namun tergambar bagaimana hasil yang akan tercipta apabila pasar Gasibu berhasil ditata dan dikelola dengan baik, termasuk penanganan sampah di dalamnya. Kelak, pasar Gasibu akan seperti pasar-pasar kaget atau pesta rakyat lainnya yang ada di beberapa negara, yang begitu nyaman, bersih dan betah untuk dijelajahi berjam-jam.

Hm, saatnya kita untuk lebih mencintai lingkungan. Jangan tunggu Bandung tenggelam oleh sampah akibat perbuatan kita sendiri. Ingat, apapun langkah kecil yang kita lakukan untuk perubahan, tentu sangat berarti bagi lingkungan. Keep Bandung beautiful everyone!

Notes:
Link artikelnya : http://bandungreview.com/articles/view/957/menyoroti-pesta-sampah-akbar-mingguan-wargi-bandung


Leave a Reply