Sepatu Gundul


Sepatu? hmm…bicara mengenai sepatu ya. *tengok lemari sepatu.

Dari sekian banyak koleksi sepatu yang gue punya, ada sepasang sepatu yang selalu bikin gue merasa malu nggak habis-habis. Gue inget banget, gara-gara gue pake tuh sepatu, akhirnya gue harus menjadi bahan tertawaan sejumlah pedagang dan tukang ojek di pasar Simpang Dago, Bandung. Magrib-magrib lagi! Kalau gue punya kesempatan memutar waktu, rasanya gue mau patuh aja deh sama omongan nyokap gue sebelum bencana itu terjadi!*pukulpukuljidat.

Kejadiannya pas gue mau pulang ke rumah setelah kuliah. Cuaca Bandung waktu itu sedang musim hujan. Gue pun harus basah kuyup pas turun dari angkot karena hujannya emang deras banget. Parahnya lagi, gue nggak bawa payung sama sekali. Jarak rumah-kampus gue juga lumayan jauh, jadi gue harus naik turun angkot berkali-kali. Ketika gue hendak berpindah ke angkot yang terakhir, gue harus jalan terlebih dahulu menembus keramaian pasar. Pasar Simpang Dago Bandung nggak seperti pasar tradisional pada umumnya. Jadi sebagian pasar ini melebar hingga ke jalan raya Ir. Juanda. Sebagian teras toko-toko pun dijadikan lahan berdagang sehingga ruang untuk pejalan kaki sangat sempit. Nah, teras toko-toko ini terbuat dari keramik dengan motif polos berwarna orange pucat. Gue jalan santai sekalian cuci mata. Lumayan, otak seharian ngampus, jadi seger kembali…

Lagi asyik-asyiknya gue berjalan sambil memandangi gerobak gorengan, tiba-tiba gue terpeleset. Sepatu gue licin ditambah kondisi jalan pasar waktu itu cukup becek. Kaki kanan gue kecebur dalam genangan air, tepat di depan tukang service jam tangan. Sedangkan kaki yang satunya, gue pake mendarat. What? Gue mendarat pake lutut. Ckckckc….

Alhasil celana jins gue kotor dan basah. Para pedagang dan orang-orang yang sedang melintas di sekitar TKP, melhat agedan gue kompak tertawa terbahak-bahak.

kunaon, Neng? Tong grasak-grusuk atuh, Geulis! Hahaha…(kenapa, Neng? Jangan tergesa-gesa).” kata seorang pemilik toko busana. Gue cuma nyengir kuda. Malu bertubi-tubi…

Gue pun langsung bangkit dan mencoba tegar. “licin ya, Pak. He..” kata gue sambil tersenyum tipis. Gue langsung kabur diiringi suara tawa orang-orang yang sayup-sayup masih terdengar.

Penderitaan gue nggak cuma segitu. Pas gue mau turun dari angkot, gue juga (hampir) terjatuh. Ketika kaki gue menginjak pijakan kaki angkot, gue terpeleset lagi. Kali ini yang tertawa adalah para tukang ojek. Kaki kanan gue mendarat tidak sempurna ke tanah.  Telapak kaki gue keselo. Krekk! Tapi untungnya gue nggak perlu cium tanah air, alias terjatuh. Uhg! Akhirnya gue berjalan dengan pincang karena menahan sakit.

Ini semua gara-gara sepatu! Gue mengamuk. Sepatu kets yang gue pake memang terbilang jadul. Namun, karena itu sepatu kesayangan gue, akhirnya gue masih doyan mengenakannya. Merk-nya Adidas (nggak tau KW berapa, hufft!!) dan berwarna krem. Kecelakaan yang gue alami adalah karena kondisi sepatu yang sudah tidak layak pakai. Alasnya sudah aus alias tipis. Gundul. Botak. Rata. Mulus. Tak ada sekat-sekat sama sekali, seperti layaknya sepatu kets pada umumnya. Analoginya seperti sebuah ban mobil atau motor yang sudah gundul turun ke jalan raya. Dangerous! Jadi sangat tepat jika gue terpeleset pada saat melintasi lantai pasar yang licin dan pas turun dari angkot. Gue jadi menyesal, karena nyokap gue sempat mengingatkan:

“Coet, jangan pakai sepatu itu. Nanti jatuh loh! Pakai yang lain aja.” Nyokap gue berkomentar ketika gue sibuk mengikat tali sepatu sebelum berangkat ke kampus.

“nggak ah, Mah. Pakai ini aja!” gue membantah. *tepuktangan.

Well, untuk pembaca yang budiman, gue harap kalian jangan sampai mengalami hal yang sama dengan apa yang gue rasain. Mendingan sebelum melangkah kemana pun, pastikan dulu kondisi alas sepatu kalian; masih tebal atau udah tipis! Kalaupun udah mulai tipis, “lembiru” aja deh! *Lempar-Beli Baru🙂

 

Sincerely,

Author


Leave a Reply